Jumat, 08 Februari 2013

cerita guru dengan murid

Ibu Guru berkerudung rapi tampak
bersemangat di depan kelas sedang mendidik
murid-muridnya dalam pendidikan Syari'at
Islam. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan
kanannya ada penghapus. Ibu Guru berkata,
"Saya punya permainan. Caranya begini, di
tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan
ada penghapus.
Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah
"Kapur!", jika saya angkat penghapus ini, maka
berserulah "Penghapus!" Murid muridnya pun
mengerti dan mengikuti. Ibu Guru mengangkat
silih berganti antara tangan kanan dan tangan
kirinya, kian lama kian cepat.
Beberapa saat kemudian sang guru kembali
berkata, "Baik sekarang perhatikan. Jika saya
angkat kapur, maka berserulah "Penghapus!",
jika saya angkat penghapus, maka katakanlah
"Kapur!". Dan permainan diulang kembali.
Maka pada mulanya murid-murid itu keliru
dan kikuk, dan sangat sukar untuk
mengubahnya. Namun lambat laun, mereka
sudah biasa dan tidak lagi kikuk. Selang
beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru
tersenyum kepada murid-muridnya.
"Anak-anak, begitulah ummat Islam. Awalnya
kalian jelas dapat membedakan yang haq itu
haq, yang bathil itu bathil. Namun kemudian,
musuh musuh ummat Islam berupaya melalui
berbagai cara, untuk menukarkan yang haq itu
menjadi bathil, dan sebaliknya.
Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kalian
menerima hal tersebut, tetapi karena terus
disosialisasikan dengan cara-cara menarik
oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian
terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai
dapat mengikutinya. Musuh-musuh kalian
tidak pernah berhenti membalik dan menukar
nilai dan etika."
"Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi
sesuatu yang pelik, zina tidak lagi jadi
persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang
lumrah, sex sebelum nikah menjadi suatu
hiburan dan trend, materialistik kini menjadi
suatu gaya hidup, korupsi menjadi kebanggaan
dan lain lain. Semuanya sudah terbalik. Dan
tanpa disedari, kalian sedikit demi sedikit
menerimanya. Paham?" tanya Guru kepada
murid-muridnya. "Paham Bu Guru"
"Baik permainan kedua," Ibu Guru melanjutkan.
"Bu Guru ada Qur'an, Bu Guru akan
meletakkannya di tengah karpet. Quran itu
"dijaga" sekelilingnya oleh ummat yang
dimisalkan karpet. Sekarang anak-anak berdiri
di luar karpet.
Permainannya adalah, bagaimana caranya
mengambil Qur'an yang ada di tengah dan
ditukar dengan buku lain, tanpa memijak
karpet?" Murid-muridnya berpikir. Ada yang
mencoba alternatif dengan tongkat, dan lain-
lain, tetapi tak ada yang berhasil.
Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar,
digulungnya karpet, dan ia ambil Qur'an
ditukarnya dengan buku filsafat materialisme.
Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet.
"Murid-murid, begitulah ummat Islam dan
musuh-musuhnya. Musuh-musuh Islam tidak
akan memijak-mijak kalian dengan terang-
terangan. Karena tentu kalian akan
menolaknya mentah-mentah. Orang biasapun
tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan
mereka. Tetapi mereka akan menggulung
kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga
kalian tidak sadar. Jika seseorang ingin
membuat rumah yang kuat, maka dibina
pundasi yang kuat. Begitulah ummat Islam,
jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang
kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar
rumah, tentu susah kalau fondasinya dahulu.
Lebih mudah hiasan-hiasan dinding akan
dikeluarkan dahulu, kursi dipindahkan dahulu,
lemari dikeluarkan dahulu satu persatu, baru
rumah dihancurkan…"
"Begitulah musuh-musuh Islam
menghancurkan kalian. Mereka tidak akan
menghantam terang-terangan, tetapi ia akan
perlahan-lahan meletihkan kalian. Mulai dari
perangai, cara hidup, pakaian dan lain-lain,
sehingga meskipun kalian itu Muslim, tetapi
kalian telah meninggalkan Syari'at Islam
sedikit demi sedikit. Dan itulah yang mereka
inginkan."
"Kenapa mereka tidak berani terang-terangan
menginjak-injak Bu Guru?" tanya mereka.
Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang
menyerang, misalnya Perang Salib, Perang
Tartar, dan lain-lain. Tetapi sekarang tidak
lagi. Begitulah ummat Islam. Kalau diserang
perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar,
akhirnya hancur. Tetapi kalau diserang
serentak terang-terangan, baru mereka akan
sadar, lalu mereka bangkit serentak. Selesailah
pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdo'a
dahulu sebelum pulang…"
Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu
keluar meninggalkan tempat belajar mereka
dengan pikiran masing-masing di kepalanya.
***
Ini semua adalah fenomena Ghazwu lFikri
(perang pemikiran). Dan inilah yang dijalankan
oleh musuh-musuh Islam. Allah berfirman
dalam surat At Taubah yang artinya:
"Mereka hendak memadamkan cahaya Allah
dengan mulut-mulut mereka, sedang Allah
tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya,
sekalipun orang-orang kafir itu benci akan hal
itu."(QS. At Taubah :32).
Musuh-musuh Islam berupaya dengan kata-
kata yang membius ummat Islam untuk
merusak aqidah ummat umumnya, khususnya
generasi muda Muslim. Kata-kata membius itu
disuntikkan sedikit demi sedikit melalui mas
media, grafika dan elektronika, tulisan-tulisan
dan talk show, hingga tak terasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar